Pegiat lingkungan cilik asal Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Aeshnina Azzahra Aqilani (15 Tahun), kembali mengirimkan surat ke Presiden RI Joko Widodo untuk lebih mendorong pemerintah dalam penanganan sampah. Remaja yang kerap disapa Nina ini menilai kondisi lingkungan Indonesia saat ini darurat sampah plastik, mencemari hutan pegunungan sampai di dasar lautan dan mikroplastik telah masuk ke tubuh manusia.
“Sebagai generasi muda penerus bangsa, saya tidak mau lingkungan dan tempat tinggal kami di masa depan tercemar dengan sampah plastik yang tidak bisa terurai dan dibanjiri mikroplastik,” tegasnya, Kamis (19/1).
Bukan untuk pertama kalinya Nina mengirim surat kepada Presiden RI Jokowi. Pada bulan Februari tahun 2022 lalu, Nina juga mengirimkan surat kepada Presiden RI untuk menghentikan impor sampah plastik, karena sampah impor menumpuk tercecer dan dibakar di lingkungan sekitar pabrik daur ulang kertas dan plastik di Mojokerto, Sidoarjo, dan Gresik, yang dekat dengan rumah Nina. Tetapi surat tersebut belum mendapat jawaban dari Jokowi.
Nina mengatakan belum lama ini menyimak vidio dari Presiden Jokowi mengeluh masalah sampah yang tak kunjung tertangani pada acara Rapat Kerja Nasional Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup.
Menurut Nina kondisi tersebut sesuai dengan fakta yang ada di lapangan, karena produksi sampah terus bertambah tidak terkendali tanpa upaya serius untuk mengurangi produksi sampahnya, terutama sampah plastik.
Perusahaan, lanjut Nina, terus membanjiri masyarakat dengan produk dikemas plastik sekali pakai yang sudah jelas-jelas akan membebani penanganan sampah kepada pemerintah dan mewariskan pencemaran sampah kepada generasi yang akan datang.
“Saya sering melakukan audit sampah plastik di sungai dan pantai, menemukan sebagian besar sampah yang tercecer adalah produk dan kemasan plastik sekali pakai seperti tas kresek, kemasan saset, popok, styrofoam, sedotan dan botol plastik,” ungkapnya.
“Produk dan kemasan plastik sekali pakai harus dikurangi dengan menegakkan aturan mewajibkan produsen bertanggung jawab atas penanganan sampah produknya dan mewajibkan perusahaan mengurangi produksi sampah plastiknya, sesuai amanat pasal 15 Undang Undang 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah,” sambungnya.
Perusahaan, kata Nina, harus berhenti menjual produk dalam kemasan saset multilayer dan styrofoam yang tidak dapat didaur ulang, dan mengganti dengan penjualan kemasan pakai ulang dapat diisi ulang untuk produk makanan minuman dan keperluan rumah tangga di semua kawasan pendidikan, bisnis, permukiman, perkantoran dan wisata.
Dalam suratnya kali ini, Nina menyampaikan 3 usulan untuk penanganan sampah di indonesia :
1. Mencanangkan gerakan sekolah bebas plastik dan kantin sehat, yang menerapkan 5R (Refuse, Reduce, Reuse, Repurpose, Recycle). Kantin sekolah harus menyediakan makanan sehat alami yang tidak dikemas plastik, melarang makanan minuman sachet yang bergizi rendah dan mengandung bahan tambahan kimia yang membahayakan kesehatan anak.
Setiap sekolah harus menegakkan larangan plastik sekali pakai dan mewajibkan semua warga sekolah pilah sampah, menyediakan sarana tempat pengumpulan sampah terpilah serta mengolah sampah organik menjadi kompos dan ekoenzim di lingkungan sekolah.
Membakar sampah di sekolah harus dilarang untuk melindungi anak dari menghirup udara beracun dan partikel mikroplastik yang membahayakan kesehatan.
2. Membentuk tim satgas yang menegakkan aturan di setiap desa untuk menghentikan pembakaran sampah di kawasan permukiman, lembaga pendidikan dan area publik lainnya, serta menghentikan kebiasaan masyarakat membuang sampah ke perairan dan di sembarang tempat.
Banyak masyarakat menangani sampah dengan membakar sampah plastik padahal membakar plastik melepaskan racun abadi dioksin pemicu kanker dan menurunkan kecerdasan anak.
3. Meluncurkan gerakan nasional kurangi produksi plastik dan menegakkan aturan wajib pilah sampah di sumbernya serta menyediakan sarana pengolahan sampah terpilah secara menyeluruh di tiap desa seluruh Indonesia, supaya masyarakat tidak menangani sampah dengan cara yang salah, seperti dibakar, ditimbun atau dibuang ke sungai dan laut.
Produksi plastik harus dikurangi karena plastik dibuat dari minyak bumi dan bahan kimia yang beracun dan dapat menggangu sistem hormon serta memicu kanker.
Nina berharap surat yang dikirimkan kali ini mendapat respons dan balasan dari pemerintah melalui aksi nyata untuk menyelamatkan masa depan lingkungan dan seluruh anak cucu Indonesia.
“Kami berhak untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat, terbebas dari pencemaran racun plastik dan mikroplastik,” tandasnya.